Reaktivasi Palsu HSM#1 dan Aritmatika Bohong Krakatau Steel
SAREKAT – AKTUAL, Tak cukup hanya menyulut semangat lewat konferensi pers, keberhasilan industri harus terbukti dalam neraca. Maka ketika PT Krakatau Steel mengklaim bahwa lini produksi Hot Strip Mill 1 (HSM#1) telah aktif kembali sejak Desember 2024, tetapi laporan keuangannya justru mencatat kerugian yang kian dalam pada kuartal pertama 2025, publik berhak curiga.
Sebagai industri baja milik negara yang bertengger di jantung ekonomi Cilegon, Krakatau Steel bukan sekadar korporasi. Ia adalah simbol harapan, sumber kehidupan ribuan pekerja, dan wajah industrialisasi nasional.
Maka ketika perusahaan ini mencatatkan rugi bersih sebesar USD 45,4 juta, naik tajam dari kerugian USD 27,3 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya, alarm pun berbunyi.
Dirut Krakatau Steel boleh saja berdiri di depan podium dengan narasi penuh optimisme. Tapi seperti kata warga Cilegon, Muhamad Agung Laksono, “Jika HSM#1 benar-benar beroperasi, di mana buktinya di laporan keuangan?” kata Eks Pengurus GMNI ini, Minggu 18 Mei 2025.
Sebuah pabrik baja dengan kapasitas 2 juta ton per tahun seharusnya menghasilkan dampak signifikan. Bahkan jika baru berjalan 60%, pendapatan dari 300 ribu ton HRC per kuartal bisa mencapai hampir USD 200 juta. Tapi pendapatan Krakatau Steel hanya naik tipis 1,3%, sementara laba kotor justru anjlok 35%. Ironi.
Manajemen Krakatau Steel kini berada dalam sorotan bukan hanya karena kerugiannya, tetapi karena dugaan telah membangun ilusi, bahwa operasional pabrik telah berjalan mulus, padahal mungkin hanya aktif di atas kertas.
Publik, seperti Agung, menuntut transparansi, mana volume produksi HSM#1, mana realisasi penjualan LTSA 1,25 juta ton, dan mengapa tak ada dampak ke arus kas maupun margin laba?
Inilah pangkal persoalan. Di tengah segala janji dan slogan, direksi perusahaan negara justru tampak seperti juru bicara kampanye, bukan manajer industri. Mereka menjual harapan tanpa fondasi data. Ketika angka-angka tak bisa diajak bicara, maka hanya ada satu istilah untuk itu, “omon-omon.”
Opini ini bukan seruan untuk menjatuhkan, Agung menyebut sebagai ajakan untuk berhenti membodohi. Hentikan manipulasi narasi yang seolah Krakatau Steel sedang bangkit, sementara kenyataannya tenggelam dalam utang, kerugian, dan krisis kredibilitas.
“Jika pabrik benar-benar aktif, tunjukkan bukti produksinya. Jika kontrak telah diteken, buka data distribusinya.”
Krakatau Steel bukan milik segelintir direksi. Ia adalah milik negara, milik rakyat Cilegon, milik kita semua. Serta yang kita tuntut hanya satu, kejujuran. Sebab industri tanpa integritas hanyalah pabrik kosong yang penuh gema dusta.