Liputan

Puteri Remaja Indonesia Jakarta 2025: Dari Mimpi ke Aksi Nyata di Rumah Belajar

SAREKAT – JAKARTA, 27 Juli 2025 — Hujan baru saja reda ketika langkah ringan seorang remaja perempuan memasuki sebuah Rumah Belajar sederhana di tengah hiruk-pikuk kota. Namanya Nayyara Azarine Farrashila—dikenal sebagai Arin—Puteri Remaja Indonesia Jakarta 2025 yang hari itu hadir bukan dengan mahkota gemerlap, tapi dengan semangat berbagi dan cerita perjuangan.

Anak-anak dan remaja dari berbagai latar belakang tampak antusias. Arin membawa cerita yang berbeda: bukan dongeng tentang istana atau lomba kecantikan, melainkan kisah nyata seorang gadis biasa yang punya mimpi besar—dan berani mengejarnya.

“Saya bukan berasal dari keluarga sempurna. Tapi saya punya mimpi, dan saya tidak pernah menyerah untuk mewujudkannya,” ucap Arin di depan para peserta yang mendengarkan dengan mata berbinar. Ia menceritakan perjalanan panjangnya menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia—bagaimana ia mengatur waktu antara belajar, kegiatan sosial, dan lomba. Perjuangan itu ia kemas dalam narasi yang jujur dan inspiratif.

Bukan hanya monolog. Arin membuka ruang diskusi—sebuah sesi yang hangat dan membumi. Ia mendengarkan satu per satu keresahan remaja: soal rasa takut, kurangnya kepercayaan diri, keterbatasan akses pendidikan. Dengan sabar, ia menjawab, bukan sebagai seorang “pemenang,” tapi sebagai teman seperjalanan.

“Bermimpilah besar. Tapi jangan cuma mimpi—langkahkan kaki, meskipun perlahan,” katanya sambil tersenyum.

Arin juga membagikan goodybag berisi alat tulis dan perlengkapan sekolah—tanda dukungan nyata untuk semangat belajar mereka. Bagi banyak anak, benda-benda sederhana itu bisa menjadi penyemangat besar. Tapi yang jauh lebih penting dari goodybag adalah rasa percaya diri yang tumbuh dari momen tersebut: bahwa mereka dilihat, dihargai, dan diberi semangat oleh sosok yang pernah berada di posisi mereka.

Di akhir kunjungan, Arin mengingatkan bahwa remaja tidak perlu menunggu dewasa untuk menjadi agen perubahan. Ia sendiri adalah contoh nyata bahwa suara remaja bisa berdampak, bahwa teladan bukan selalu soal prestasi tinggi—tapi tentang ketulusan, konsistensi, dan keberanian untuk peduli.

Kunjungan itu menjadi lebih dari sekadar pertemuan. Ia adalah benih kecil yang ditanam dalam hati-hati muda—benih kegigihan, harapan, dan keyakinan bahwa pendidikan, mimpi, dan semangat bisa membawa siapa pun melampaui batas.

Admin Sarekat

Menghidupkan Suara Yang Tersekat di antara suara lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *