Catatan

Point-Point Yang Di Revisi UU TNI

Pemerintah dan DPR sudah mengesahkan amandemen Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 mengenai TNI. Namun, sejak awal proses pembahasannya tidak transparan dan akuntabel. berikut ini beberapa point yang masih jadi perdebatan.

PASAL 7 (Menyangkut Tugas Pokok TNI)

A. Pasal 7 ayat (2)
Tugas pokok sebagaimana pada ayat (1) dilakukan dengan (a) operasi militer untuk perang dan (b) operasi militer selain perang (OMSP). Ada 16 OMSP yang dapat dilakukan oleh TNI, termasuk membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber
>>belum ada definisi yang jelas yang ditulis oleh pihak pemerintah mengenai ‘ancaman siber’ ini dan bagaimana pengimplementasiannya dalam bertugas agar tidak tumpang tindih dengan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN)
B. Pasal 7 ayat (4)
Pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP) seperti yang dimaksud pada ayat (2) huruf b, diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden kecuali untuk ketentuan membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur di dalam UU.
>>hal ini di kritik oleh koalisi masyarakat sipil karena operasi semacam itu termasuk kebijakan politik negara, artinya perlu pelibatan DPR. Perubahan pasal itu merupakan bentuk pengambilalihan kewenanganan wakil rakyat oleh TNI dalam OMSP dan menghilangkan kontrol sipil
Pasal 47 (Penugasan TNI di Kementrian atau lembaga)
A. Pasal 47 ayat (2)

Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementrian Koordinator bidang politik dan keamanan negara, Kementrian Pertahanan (termasuk dewan pertahanan Nasional), Kesekretariatan Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan atau Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, SAR Nasional, BNN, Mahkamah Agung, BNPB, BNPT, Bakamla, Kejaksaan Agung, BNPP.
>>hal ini dikritisi oleh sipil karena tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI, menguatkan dominasi militer di ranah sipil, memicu terjadinya kebijakan loyalitas ganda. Merebut jabatan sipil dan memarginalkan ASN dan perempuan sdalam akses posisiss strategis.
Kerjasama TNI yang didasarkan pada beragan MoU dengan dalih OMSP perlu ditinjau ulang karena tak sejalan dengan UU TNI. Koalisi masyarakat sipil juga menyoroti prajurit TNI yang diperbolehkan bertugas di BNN. Pemberantasan narkotika adalah penegakan hukum bukan konteks pertahanan dan keamanan.

Pasasl 53 (Batas Usia Pensiun Prajurit)
A. Pasal 53 ayat (2)

Batas usia pensiun diatur dengan ketentua sebagai berikut: (a) bintara dan tamtama paling tinggi 55 tahun; (b) perwira sampai dengan pangkat kolonel paling tinggi 55 tahun; (b) perwira sampai dengan pangkat kolonel paling tinggi 58 tahun: perwira tinggi bintang I paling tinggi 60 tahun; perwira tinggi bintang II paling tinggi 61 tahun;
perwira tinggi bintang III paling tinggi 62 tahun, perwira tinggi tinggi bintang IV paling tinggi 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 kali.
>> Koalisi masyarakat sipil menilai perpanjangan usia pensiun prajurit akan menimbulkan karier tentara yang mandek. Padahal, banyak perwira tinggi yang tak mendapat tugas dan pekerjaan
Di kutip data dari Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) ada perwira tinggi tanpa pekerjaan minimal 120 orang dan 310 orang di level perwira menengah. Sedangkan, prajurit seperti bintara dan letnan kolonel justru mengalami kekurangan.

Admin Sarekat

Menghidupkan Suara Yang Tersekat di antara suara lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *