Terminal

Harusnya Batas Antar Kelulusan dan Lapangan Pekerjaan itu Disesuaikan

SAREKAT – TERMINAL, Lulus kuliah itu kayak tamat cinta pertama—rasanya senang, tapi juga ngeri. Senang karena akhirnya bebas dari dosen killer dan tugas berjilid-jilid. Ngeri karena begitu wisuda selesai, pertanyaannya langsung berubah dari “Kapan skripsi selesai?” ke “Kapan kerja?”

Masalahnya, sistem kayak lupa satu hal penting: nggak semua yang lulus itu langsung punya tempat di dunia kerja. Ini ibarat ada 100 orang kelaparan datang ke warung, tapi cuma ada 25 piring nasi. Sisanya? Ya nunggu atau pulang bawa lapar.

Harusnya, batas antara kelulusan dan lapangan pekerjaan itu disesuaikan. Jangan sampai tiap tahun kita produksi ribuan lulusan kayak produksi tahu bulat, tapi nggak mikir mereka nanti bisa kerja di mana. Pendidikan itu mestinya nyambung ke realitas, bukan cuma ke seremoni toga dan foto studio yang ngedit muka jadi glowing.

Lucunya, kadang jurusan yang katanya “nggak menjanjikan” justru penuh. Sementara yang dibutuhkan industri malah kekurangan. Terus siapa yang salah? Sistem? Mahasiswa? Dosen? Atau semesta?

Pemerintah, kampus, dan industri harusnya ngobrol. Duduk bareng, bukan cuma pas ada seminar nasional yang isinya PowerPoint penuh jargon. Kita butuh data: lima tahun ke depan industri butuh apa? Berapa banyak? Skill-nya apa aja? Dan kampus harus siap nyiapin. Bukan malah berlomba-lomba bikin program studi baru biar kelihatan keren, tapi output-nya bingung mau ke mana.

Lulusan juga harus dibekali skill hidup yang nyata. Bukan cuma teori di atas kertas, tapi juga cara ngadepin HRD yang hobinya nanya, “Kamu lihat diri kamu lima tahun ke depan di mana?” Padahal kita aja lima hari ke depan masih galau.

Jadi, sekali lagi, pendidikan dan dunia kerja itu mestinya sejalan, bukan kayak mantan dan kenangan—pernah bareng, tapi akhirnya jalan masing-masing.

Admin Sarekat

Menghidupkan Suara Yang Tersekat di antara suara lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *