Terminal

Lebih Worth It Buka Toko Kelontongan, Daripada Bikin PT Perorangan

SAREKAT,TERMINAL – Di era yang katanya serba digital ini, semua orang berlomba jadi CEO. Tapi kadang lupa, jadi “pemilik warung kelontong” juga bisa bikin hidup lebih stabil bahkan kadang lebih realistis daripada bikin PT perorangan yang isinya cuma logo, mimpi, dan bon utang.

Buka toko kelontongan itu konkret. Kamu bangun pagi, buka pintu, susun rak, dan langsung tahu hari ini kamu jualan beras, sabun, Indomie, rokok, dan pulsa. Barangnya ada. Pembelinya jelas. Perputaran uangnya kelihatan.

Sementara itu, bikin PT perorangan? Keliatannya keren, sih. Ada akta, ada NPWP, ada nama yang bisa ditulis di bio Instagram “Founder of CV Cahaya Dua Roti.” Tapi kalau nggak jelas bisnis modelnya, kliennya siapa, dan omzetnya dari mana, ya cuma jadi hiasan legalitas belaka. Bahkan kadang, PT perorangan cuma jadi topeng buat ngajuin pinjaman atau ngebet dapet tender yang akhirnya ujung-ujungnya macet juga.

Toko kelontongan mungkin nggak akan masuk Tech in Asia, tapi tiap sore masih bisa setor uang dari hasil jual Aqua gelas dan ciki-cikian. Cash flow-nya nyata, bukan wacana.

Dan yang paling penting toko kelontongan itu dibutuhkan. Masyarakat tetap butuh sabun, kopi sachet, dan minyak goreng, bahkan kalau internet mati. Sementara jasa “konsultan strategi kreatif berbasis data AI” kadang malah bikin orang bingung ini jualan apa sih?

Bukan berarti buka PT itu jelek, ya. Tapi di tengah kondisi ekonomi yang labil, harga bahan pokok naik-turun kayak mood netizen, kadang yang kita butuh bukan legalitas, tapi kestabilan.

Jadi, kalau hari ini kamu lagi bingung: mau jadi bos startup sendirian atau buka toko kelontong kecil di rumah… ya, coba dipikir ulang. Yang penting bukan gelar CEO, tapi bisa belanja mingguan tanpa ngutang.

Admin Sarekat

Menghidupkan Suara Yang Tersekat di antara suara lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *