Kolong di Malam Minggu
SAREKAT – MALAM JUMAT, Malam minggu selalu menjadi saat yang aneh bagi Yoga. Bukan karena dia asyik berpacaran, malah sebaliknya. Malam itu selalu mengingatkannya bahwa dia sendirian.
Dia berusia 17 tahun. Teman-temannya sudah aktif berkencan, berkumpul, atau memperlihatkan cerita romantis di media sosial. Sedangkan dia? Bermain game, menonton film horor, dan sesekali memasak mi instan di jam sebelas malam.
Ketika malam tiba, kamar Yoga tetap suram seperti biasa. Lampu utama sengaja dimatikan dan diganti dengan lampu strip LED berwarna biru. Suasana begitu pas untuk bermain game dan merasakan kesepian.
Dari luar kamar, suara ibunya terdengar memanggil.
“Yogaaa! Jangan begadang terus, tidur yang cukup biar cepat punya pacar! ”
Yoga menjawab sambil menggerutu, “Iya iya, Bu ”
Tanpa disadari, waktu semakin larut. Jam menunjukkan pukul 1:33 dini hari. TV kecil di pojok ruangan masih menyala, menayangkan video tentang legenda urban hantu Jepang. Yoga mulai merasa kantuk. Ia naik ke tempat tidur, HP masih di tangan, dan perlahan tertidur.
Suasana menjadi tenang.
Namun, di bawah tempat tidurnya, sesuatu bergerak. Ada suara napas pelan. Seperti ada seseorang yang menahan tawa. Lalu perlahan, sebuah tangan pucat menjulur keluar. Kukunya panjang, terlihat kotor seakan tidak pernah dipotong. Tangan itu menyentuh pergelangan kaki Yoga—dingin dan lembab.
Yoga merasa gelisah. Ia membuka mata setengah terjaga.
“Apa sih?
Ia menoleh ke kiri. Tidak ada apa-apa.
Namun saat ia menengok ke sisi ranjang.
Ada wajah
Wajah seorang wanita
Mulutnya sobek lebar sampai ke pipi, senyumnya melebar secara tidak wajar dan yang paling mengganggu.
Matanya juling ke arah yang berlawanan.
“Selamat malam. . . ” bisik suara berat, dengan nada menggoda.
Yoga langsung terbangun dan duduk. Nafasnya terasa tercekik.
“apa, siapa kamu? ! ”
Wanita itu perlahan merangkak naik ke kasur. Gerakannya aneh, seolah sendinya lemas. Rambutnya panjang, menutupi sebagian wajahnya, dan kulitnya seputih kain kafan.
“Aku. . .
“. . . yang selalu kau ingat. . . di malam mingguan seperti ini. ”
“Maksudmu apa? ! ”
Hantu itu mendekat dan tersenyum lebar. Suaranya semakin pelan.
“Yang kau inginkan. . . saat kau merasa bosan sebagai jomblo. . . ”
“L-L-Lepas! Pergi! ! ”
“Tenanglah aku hanya ingin menemani kamu tidur.”
Gelap.
Keesokan paginya, Yoga terbangun dengan tubuh basah oleh keringat. Kamar sudah terang. Ia duduk di tempat tidur dengan perasaan panik.
Mimpi? Tapi terasa. . . begitu nyata, Ia menurunkan kakinya ke lantai, lalu berhenti.
Di bawah ranjang ada jejak tangan.
Jejak tangan berwarna merah kecoklatan, seperti darah yang telah mengering. Di luar rumah, ibunya sedang menyapu halaman. Angin membawa selembar kertas yang tersangkut di pagar.Ia mengambil kertas itu. Bacaan di selebaran membuatnya terdiam.
“PERINGATAN UNTUK PARA JOMBLO – HANTU WANITA ‘KOLONG MALAM MINGGU’ KEMBALI MUNCUL.
Target: remaja kesepian yang suka begadang.
Tutup kolong ranjang Anda sebelum malam tiba. Sejak malam itu, Yoga tidak pernah lagi tidur dalam keadaan gelap. Dan kolong ranjangnya kini ia penuhi dengan kardus dan buku-buku tua. Karena kabarnya hantu itu hanya muncul ketika ada ruang untuk bersembunyi.