Terminal

5 Tipe Orang yang Dapat Bertahan Hidup di Cilegon

SAREKAT – TERMINAL, Tiap daerah bakal beda dengan cara-cara bertahan hidup nya. Berbagai macam manusia berbeda setiap orang nya, dan gk semua orang bertahan di Cilegon. Bukan karena hawanya panas, tapi karena hidup di kota industri ini butuh mental yang lebih kuat dari baja Krakatau Steel. Apalagi kalau kerjaanmu serabutan — hari ini jadi tukang parkir, besok ngojek, lusa jaga konter pulsa. Tapi anehnya, selalu ada saja orang yang bisa “betah” hidup di sini, bahkan tanpa kerja tetap.

Seperti yang dilakoni oleh pria paruh baya yang hidupnya merantau dari Jawa ke Cilegon. Ia tidak mempunyai kerja tetap, hanya serabutan yang kadang cuma cukup buat makan dan ngopi aja.

Berteman dengan siapa saja

Begini katanya “hidup di Cilegon itu asal bisa berteman dengan siapa saja, dan relasi sosial itu lebih manjur daripada ijazah”. Ucapnya.

Karena memang dirinya pun sering ditawari pekerjaan yang entah itu suruh bantuin sound system saat tetangga bakal kawin atau sering diajak proyekan bareng, itu lumayan penghasilan kadang di kasih 200 – 300
“Lumayan aja buat ngasih ke emak kan beli beras, telor, sisanya buat ngopi”, dengan nada yang sumringah.
Karena memang berteman dan bertemu siapa saja itu bisa jadi sumber rezeki, karena kita tidak tahu darimana rezeki kita bakal datang.
Hal kaya gini bukan cuma ramah, tapi juga pinter baca situasi. Tahu kapan harus ngopi, kapan harus nyari kerjaan tambahan.

Punya Banyak Skill, Walau Nggak Ada yang Sempurna

Baginya di Cilegon bisa jadi apa saja, bisa jadi tukang cat, tapi juga ngerti dikit-dikit soal las listrik. Bisa nyambung kabel sound system, tapi juga jago main TikTok buat promosiin warung orang. Pokoknya serba bisa — walau nggak ada yang profesional banget. Tapi ya itu, cukup buat hidup.

Paling Minim Punya “Alat Tempur

Alat tempur yang ia maksud adalah punya kendaraan, bebas mau kendaraan apa saja. Ia punya sepeda motor bebek tua tahun 2005 baginya adalah teman sejati. Karena bisa buat antar galon, ngojek online, bahkan jadi ojek barang pindahan kecil-kecilan. Modalnya bukan cuma motor, tapi juga kesanggupan untuk nguli dari pagi sampai malam. Kadang tidur pun bisa di kosan temen numpang, ketika malas tidur dirumah.

Mental Anti-Gengsi

Buat dia, gengsi itu nggak bisa dipake beli nasi uduk. Mau kerja kasar, asal halal, ya dihajar. Yang penting dapur ngebul. Mau kerja bantuin proyek seminggu, atau jaga stand cilok di bunderan perumnas — yang jualan apa aja disana itu laku.” Lugas nya.
“Kita nggak sibuk pencitraan, karena yang kita cari itu bukan like, tapi lauk.”

Punya Filosofi “Rejeki Nggak Pernah Salah Alamat”.

Baginya pun, walau hari ini nggak ada kerjaan, ia tetap percaya: “Besok juga ada aja jalannya.” Orang-orang seperti ini hidup dengan keyakinan mendalam bahwa asal gerak, rejeki bakal nyusul.
“Nggak perlu HRD, cukup punya grup WhatsApp isinya teman-teman senasib sepenanggungan yang suka share info proyek harian.” Tegasnya.

Cilegon bukan kota yang ramah untuk semua orang — tapi buat yang bisa bertahan hidup dengan kerjaan serabutan, kota ini justru penuh peluang kecil-kecilan. Kota ini bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling bisa bertahan dan beradaptasi. Dan ya, kadang yang bisa menetap bukan mereka yang punya CV rapi, tapi yang tahu caranya “hidup dari sisa-sisa”.

Admin Sarekat

Menghidupkan Suara Yang Tersekat di antara suara lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *